Mutiara dari Selatan Kebanggaan Indonesia

Pembaca yang lahir pada tahun 1980-an mungkin cukup akrab dengan seorang penyanyi yang dijuluki “mutiara dari Selatan“-nya Indonesia. Tapi, yang akan saya bicarakan di sini bukanlah mendiang Andi Meriem Mattalatta yang cantik dengan suara lembut menawan, dan pernah memanjakan telinga pirsawan Indonesia sepanjang dekade 80 hingga 90-an awal ;). Mutiara dari Selatan yang saya maksud adalah butir mutiara betulan dari Indonesia yang disebut dengan Indonesia South Sea Pearl, dihasilkan oleh kerang tiram laut yang dapat ditemukan di perairan laut lepas tropis hingga sedalam 80 meter.

Andi Meriem Mattalatta yang dikenal sebagai biduan "Mutiara dari Selatan" pada akhir tahun 1980 dan awal tahun 1990-an. (foto sumber: youtube.com)

Andi Meriem Mattalatta yang dikenal sebagai biduan “Mutiara dari Selatan” pada akhir tahun 1980 dan awal tahun 1990-an. (foto sumber: youtube.com)

Jika melihat mutiara, terutama yang sudah dipadupadankan dengan perhiasan emas seperti kalung, cincin, dan giwang, maka saya akan teringat dengan almarhumah ibu yang memang senang bersolek. Kalung-kalung dan perhiasan mutiara pernah singgah di beauty case beliau semasa masih hidup, dan terkadang saya suka mengamati aksesoris berharga tersebut. Meskipun almarhumah ibu telah memiliki kalung dan giwang bertahtakan mutiara sejak muda, namun hingga masa tuanya mutiara-mutiara tersebut masih utuh, seolah baru dibeli. Tidak ada goresan, warnanya tidak berubah–tetap putih bersinar padahal sering terkena semprotan parfum, dan selalu berkilau setiap kali terkena cahaya lampu atau pun sinar matahari. Sayang nya sebelum meninggal, berhubung kedua anak perempuannya (termasuk saya) tidak suka mengenakan perhiasan, maka mutiara-mutiara tersebut telah dijual untuk membiayai pengobatan beliau. Jadi saya tidak punya catatan mengenai perhiasan mutiara yang pernah dimilikinya.

Pinctada Maxima: ‘Mutiara Laut Selatan’ sungguhan dari Indonesia

Saya baru ngeh bahwa perhiasan mutiara yang pernah dikenakan almarhumah ibu bisa jadi merupakan mutiara produksi asli Indonesia, setelah mendapat sedikit wejangan saat acara sosialisasi pra-event 6th Indonesian Pearl Festival 2016 tanggal 13 Oktober 2016 kemarin. Memang, sih, saya juga pernah melihat perhiasan dan hiasan untuk dekorasi rumah yang terbuat dari campuran tiram mutiara pada acara bazar internasional di Paris sekitar enam tahun lalu. Waktu itu, saya bertugas sebagai interpreter untuk stand pedagang Indonesia, yang menjual berbagai produk khas Indonesia. Termasuk di antaranya adalah pedagang perhiasan emas putih, pedagang aksesoris mutiara dan penjual berbagai dekorasi rumah tangga dari kerang tiram mutiara. Namun, setelah dijelaskan mengenai ciri khas mutiara yang dihasilkan dari species kerang tiram Pinctada maxima biasanya berwarna putih kekuningan atau perak (dan berhubung ibu saya tidak pernah punya mutiara dengan warna selain itu), maka kemungkinan besar perhiasan mutiara yang pernah dimiliki almarhumah ibu adalah mutiara asli Indonesia.

Lapisan cangkang pada spesies Pinctada maxima,tiram penghasil Mutiara Laut Selatan. (foto: dok.pri)

Lapisan cangkang pada spesies Pinctada maxima,tiram penghasil Mutiara Laut Selatan. (foto: dok.pri)

Spesies ini menghasilkan Mutiara Laut Selatan yang mempunyai kemilau terang serta jernih. Pada bibir Pinctada maxima terdapat warna putih keperakan atau emas, maka ada yang disebut gold lipped-oyster dan silver lipped oyster, dengan bobot tubuh kerang mencapai hingga 6,3 kilogram dan besar cangkangnya antara 20 sampai dengan 30 cm. Sementara, bobot mutiara Laut Selatan sendiri bervariasi tergantung ukurannya. Ukuran terkecil, disebut Baby South Sea Pearl, antara 8 hingga 9 milimeter, sedangkan yang terbesar bisa mencapai 20 mm.

Mutiara Laut Selatan yang lazim ditemukan berwarna putih keperakan atau emas. (foto sumber: dokumen Kemenperindag)

Mutiara Laut Selatan yang lazim ditemukan berwarna putih keperakan atau emas. (foto sumber: dokumen Kemenperindag)

Beberapa sumber menyebutkan pamor Mutiara Laut Selatan sempat naik daun pada era Ratu Victoria di tahun 1800-an terutama di Eropa, apalagi saat itu mutiara dihasilkan secara alami dari kerang tiram Pinctada maxima dan bukan dari hasil pembibitan. Mutiara Laut Selatan digemari oleh kalangan ningrat karena lapisan kulit pembungkusnya yang tebal, menghasilkan kilau yang berbeda dari mutiara kebanyakan, serta konon warnanya dapat berubah-ubah sesuai cahaya yang meneranginya. Warna yang sering kali dipantulkan dari kemilau cahaya Mutiara Laut Selatan bisa putih keperakan atau keemasan, tapi bisa juga berubah menjadi lebih pinkish (merah muda), bahkan bisa agak kebiru-biruan.

Bagan pembagian warna-warna yang terdapat pada kilau Mutiara Laut Selatan. (sumber: bahan materi lomba blog, Usaha Budidaya Mutiara Indonesia).

Bagan pembagian warna-warna yang terdapat pada kilau Mutiara Laut Selatan. (sumber: bahan materi lomba blog, Usaha Budidaya Mutiara Indonesia).

Habitat Pinctada maxima terletak di sepanjang laut dalam beriklim tropis mulai dari Myanmar, Thailand, Indonesia, hingga ke Filipina dan pantai utara Australia. Perairan Indonesia, terutama di Maluku, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua, merupakan habitat terbaik spesies tiram ini karena kemurnian airnya menjadi lingkungan berkembang biak yang baik untuk menghasilkan mutiara berkualitas tinggi. Karena kualitas yang tinggi itulah, selain warna putih keperakan, emas, dan pinkish, mutiara Laut Selatan paling sempurna adalah Imperial Gold Pearl. Mutiara jenis ini hanya bisa dihasilkan oleh tiram mutiara di perairan Indonesia yang masih murni (pristine water), disebut-sebut sebagai Ratu Mutiara Laut Selatan.

Imperial Gold Pearl, Ratu-nya Mutiara Laut Selatan yang berwarna keemasan, disebut sebagai mutiara berkualitas paling tinggi di antara mutiara lainnya. (foto: dokumen Kemenperindag)

Imperial Gold Pearl, Ratu-nya Mutiara Laut Selatan yang berwarna keemasan, disebut sebagai mutiara berkualitas paling tinggi di antara mutiara lainnya. (foto: dokumen Kemenperindag)

Proses Terjadinya Mutiara

Mutiara terbentuk secara alami sebagai reaksi atas proses pertahanan diri kerang tiram menghadapi benda asing yang masuk ke dalam cangkangnya. Sebagai hewan bertubuh lunak (bivalve mollusk atau moluska berkulit ganda), kerang tiram mempunyai kulit yang melindungi sekujur tubuhnya dari bahan yang sangat keras dan berfungsi sebagai ‘rumah’-nya. Benda asing yang masuk ini bisa berupa plankton, ikan kecil, pasir atau hewan parasit. Kerang tiram lalu akan bereaksi dengan mengeluarkan cairan sekresi berwarna kecoklatan yang disebut conchiolin. Cairan ini mengandung zat protein berserat yang akan menjadi lapisan bagian dalam dari cangkang atau kulit kerang tiram.

Setelah itu, benda asing tadi yang telah disemprot cairan conchiolin akan diselimuti oleh zat yang lebih keras disebut nacre (baca: neker) secara berlapis-lapis, direkatkan oleh sekresi conchiolin antara satu lapisan dengan lapisan yang lain membentuk ribuan lapisan nacre sehingga membentuk satu butir mutiara padat. Lapisan nacre terbuat dari bahan kristal aragonit, yang mengandung unsur kalsium karbonat (CaCO3), menjadikan mutiara bersifat padat serta keras. Kita bayangkan sendiri tulang kita yang tidak mudah patah apabila rutin mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bahan kalsium. Begitu pula dengan sifat kristal yang tidak mudah hancur kecuali disinari dengan api pijar yang sangat panas (> 1000 derajat Celcius). Kristal aragonit ini tersusun secara simetris pada setiap lapisannya, sehingga menciptakan efek prismatik atau berkilau pada saat terkena cahaya.

proses-terbentuknya-mutiara2Butir mutiara yang terbentuk dalam sebuah kerang tiram tidak akan sama dengan mutiara lainnya karena terbentuk melalui proses biologis yang melibatkan berbagai zat kimia alami. Oleh sebab itu, bahasa Latin untuk mutiara adalah margarita, yang artinya unik. Kualitas mutiara tergantung pada makanan untuk kerang tiram, air laut sebagai habitatnya apakah cukup oksigen atau tidak, lalu arus pada air laut itu sendiri apakah cukup kencang atau tidak, dan sebagainya. Berhubung kuantitas Mutiara Laut Selatan yang alami sudah semakin sedikit akibat polusi, degradasi lingkungan dan faktor regresif lainnya, maka Mutiara Laut Selatan yang kini banyak ditemukan sebagian besar merupakan mutiara hasil pembibitan budidaya.

Pada video ini dapat kita saksikan proses terbentuknya mutiara secara alami (video dalam bahasa Inggris, ya 😉 ), tapi maknanya kurang lebih sama seperti yang saya jelaskan di atas:

Mutiara Budidaya dan Produksinya

Meskipun kini sudah semakin banyak mutiara yang dihasilkan dari program pembibitan (atau budidaya), tetap saja dalam proses pembuatan mutiara harus melibatkan tubuh si tiram, karena hanya tiram itulah yang mampu memproduksi zat-zat yang diperlukan dalam kadar yang cukup untuk membentuk sebutir mutiara. Itulah kekuasaan Tuhan dan misteri alam semesta yang mana manusia belum mampu menciptakan mutiara di luar tubuh si tiram :).

Proses budidaya mutiara dimulai sejak insersi nukleus ke dalam tubuh tiram dewasa hingga panen (terbentuknya mutiara) memakan waktu 6 s.d. 24 bulan. (sumber: dokumen Kemenperindag)

Proses budidaya mutiara dimulai sejak insersi nukleus ke dalam tubuh tiram dewasa hingga panen (terbentuknya mutiara) memakan waktu 6 s.d. 24 bulan. (sumber: dokumen Kemenperindag)

Jika dalam proses pembuatan mutiara alami, benda asing yang menginvasi tubuh tiram datang dengan sendirinya, maka untuk mutiara budidaya, campur tangan manusia terletak pada proses insersi si benda asing dari kulit tiram itu sendiri. Benda asing yang dimasukkan juga tidak bisa sembarangan, melainkan berupa nukleus mutiara dan lapisan jaringan lunak dari tubuh si tiram. Proses pembentukan benda asing yang dimasukkan tersebut hingga menjadi mutiara memakan waktu 6 bulan hingga 2 tahun. Untuk lebih jelasnya, yuk kita simak video penjelasan di bawah ini:

Teknik ini ditemukan oleh seorang peneliti Jepang bernama Kokichi Mikimoto pada akhir tahun 1800-an. Teknik ini lalu dipatenkan pada tahun 1916, dan bisa diterapkan baik di air asin maupun air tawar. Orang-orang Jepang pun mulai tertarik untuk berinvestasi mutiara budidaya di Indonesia, terutama di Maluku, Sulawesi Selatan dan Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Lombok dan Lampung.

Maka itu masih banyak yang mengira, bahkan orang Indonesia juga, bahwa mutiara merupakan produk dari Jepang. Padahal, kenyataannya mutiara-mutiara dibeli dengan sangat murah oleh para pedagang asing langsung di tempat ternak budidaya lalu dijual kembali di negaranya dengan harga tinggi.

Lokasi pengembangan tiram Pinctada maxima penghasil South Sea Pearl di Indonesia. (sumber: dokumen KKP)

Lokasi pengembangan tiram Pinctada maxima penghasil South Sea Pearl di Indonesia. (sumber: dokumen KKP)

Harga mutiara ditentukan oleh lima ciri yang dimiliki mutiara tersebut, yaitu:

  1. Ukuran butir mutiara
  2. Warna mutiara
  3. Bentuknya (apakah oval, bulat, trapesium, dll)
  4. Kilau yang dihasilkan, sering disebut luster
  5. Ada bintik atau tidak

Kelima ciri ini akan menentukan mutu produk sebutir mutiara yang dikategorikan ke dalam empat kelas, yaitu:

  1. Kelas Top Quality: tanpa bintik dan kilaunya bersinar/high luster,
  2. Kelas A: sedikit bintik nyaris tidak ada, dan high luster,
  3. Kelas B: bintik sedikit saja, high luster, dan
  4. Kelas C: bintik banyak, high atau medium luster 
Kelas atau grade mutiara yang menentukan mutu dan harga produknya. (sumber: dokumen KKP)

Kelas atau grade mutiara yang menentukan mutu dan harga produknya. (sumber: dokumen KKP)

Berdasarkan literatur yang saya baca, harga mutiara South Sea Pearls untuk Kelas A berkisar antara Rp 3 juta sampai dengan Rp 10 juta, tergantung disain perhiasan yang digunakan. Sementara mutiara kelas C, disebut mutiara low-grade, harganya bisa ditekan hingga sekitar Rp 200 ribu saja.

Dukungan Pemerintah Terhadap Bisnis Mutiara di Indonesia

Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Kabinet Kerja yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi, yaitu Ibu Susi Pudijastuti, menegaskan bahwa bisnis di sektor mutiara merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini berdasarkan fakta bahwa bisnis berdagang mutiara mengalami angka pertumbuhan yang terus meningkat, dengan nilai perdagangan mencapai 31,2 juta USD pada tahun 2015.

Nilai ekspor mutiara South Sea Pearl dari Indonesia paling banyak ke Jepang. (sumber data: dokumen Kemenperindag).

Nilai ekspor mutiara South Sea Pearl dari Indonesia paling banyak ke Jepang. (sumber data: dokumen Kemenperindag).

Negara tujuan utama ekspor Mutiara Laut Selatan dari Indonesia yaitu adalah Jepang untuk mutiara alami dan hasil budidaya, disusul Australia dan Hong Kong. Daerah-daerah penghasil mutiara yang menjadi sumber ekspor antara lain dari provinsi Bali dan DKI Jakarta, disusul Jawa Tengah, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua. Sementara itu, permintaan pasar dunia akan mutiara lebih banyak yang berminat pada produk mutiara hasil budidaya dengan nilai perdagangan yang ditaksir mencapai 3 juta USD pada kurun waktu 2001 hingga 2005.

Permintaan pasar dunia terhadap ekspor mutiara, terutama mutiara hasil pembibitan budidaya dengan taksiran nilai perdagangan mencapai 3 juta USD. (sumber: dokumen Kemenperindag)

Permintaan pasar dunia terhadap ekspor mutiara, terutama mutiara hasil pembibitan budidaya dengan taksiran nilai perdagangan mencapai 3 juta USD. (sumber: dokumen Kemenperindag)

Namun, yang perlu ditekankan tentunya dari sektor ini adalah semakin banyak tenaga kerja Indonesia yang terserap, baik itu tenaga ahli maupun para pembudidaya. Untuk itu, demi membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi para pengusaha Indonesia dan investor asing untuk saling membangun relasi bisnis mutiara, Indonesia akan mengadakan lagi Festival Mutiara Indonesia, 6th Indonesian Pearl Festival 2016, pada tanggal 9 hingga 13 November 2016 yang akan datang di Jakarta. (Baca tulisan saya yang ini: Sosialisasi Indonesian Pearl Festival 2016).

Produksi mutiara South Sea Pearls dari Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, jauh mengungguli Australia. (sumber: dokumen Kemenperindag)

Produksi mutiara South Sea Pearls dari Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, jauh mengungguli Australia. (sumber: dokumen Kemenperindag)

Maka itu, belilah mutiara Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia merupakan negara penghasil South Sea Pearl terbesar di dunia. Mari kita perkenalkan dengan bangga kepada dunia bahwa Indonesia merupakan habitat alami yang sangat cocok bagi pembudidayaan Mutiara Laut Selatan, atau South Sea Pearl, yang dihasilkan melalui kerang Pinctada maxima, dan bukan dari Australia atau Jepang seperti yang selama ini sering kita dengar dari media luar negeri. Seperti yang dikatakan Ibu Susi dalam acara sosialisasi di Gedung Mina Bahari III, “Buy Indonesian pearl. Katanya Indonesian pearl salah satu yang terbaik di dunia. Saya tahu ini malah dari (orang) Amerika. Kalau bagus, semua orang pasti akan kenal,” tandasnya. ***

Referensi bacaan:

Miris, Masa Depan Mutiara Terbaik dari Indonesia

Menteri Susi Anjurkan Masyarakat Beli Mutiara Asli Indonesia

Harga Mutiara Pasaran Dunia, Semakin Naik Tahun Depan

Dokumen KKP dan Kemenperindag

6 thoughts on “Mutiara dari Selatan Kebanggaan Indonesia

  1. Mas Yunus

    Artikel-artikelnya menarik, blognya baru bermigrasi ya?
    Saya kepikiran nih, blog saya di Kompasiana.com ingin saya simpan juga di blog pribadi semacam ini. Adakah pengalaman yang bermanfaat sebagai saran untuk saya? Trima kasih.

    Balas
  2. Mugniar

    Saya sebenarnya sudah ke postingan ini tapi belum komen, Mbak hehehe.

    Btw, jangan2 kita sezaman nih, masih megenal Andi Meriam Mattalatta 😀

    SUkses lombanya ya Mbak. TUlisannya bagus …

    Balas

Tinggalkan Balasan ke Mugniar Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.