Selamatkan Orangutan, Selamatkan Hutan Kita

Jane Goodall, ilmuwan Inggris, meneliti simpanse selama puluhan tahun di Afrika. (foto sumber: nationalgeographic.om oleh Michael Nichols)

Jane Goodall, ilmuwan Inggris, meneliti simpanse selama puluhan tahun di Afrika. (foto sumber: nationalgeographic.om oleh Michael Nichols)

Pertama kali saya tertarik pada kehidupan satwa di habitat aslinya adalah tatkala saya menyaksikan film dokumenter tentang Jane Goodall sewaktu saya masih berkuliah di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH). Haha.. ya, saya dulu pernah kuliah di FKH meskipun hanya dua tahun :D. Siapa sih Jane Goodall? Dia adalah seorang ilmuwan wanita berkebangsaan Inggris yang mengabdikan hidupnya untuk meneliti kehidupan simpanse di hutan Afrika, selama 55 tahun! Warbiyasak, bukan… saya menyaksikan sendiri bagaimana ilmuwan berambut pirang ini (sekarang rambutnya sudah putih semua), sejak masa muda saat masih kuliah di Cambridge, mulai menjelajahi hutan Afrika dan berkenalan dengan para simpanse dari dekat. Dari yang awalnya malu-malu, kini simpanse-simpanse di hutan Gombe di Tanzania sudah menjadi bagian dari keluarganya.

Perbedaan Ciri pada Orangutan Sumatera dan Kalimantan

Orangutan Sumatra berciri khas rambut lebih panjang, warna rambutnya cerah, pipi bergelambir. (foto sumber: actforwildlife.org.uk)

Orangutan Sumatra, Pongo abeii, berciri khas rambut lebih panjang, warna rambutnya cerah, pipi bergelambir. (foto sumber: actforwildlife.org.uk)

Ingin deh suatu hari bisa mengabdikan hidup untuk melestarikan spesies hewan yang tingkah lakunya mirip manusia ini, tapi tidak usah jauh-jauh ke Tanzania. Saudaranya simpanse yang masih tergolong dalam satu kelompok kera besar, tapi hidup di Asia Tenggara, terutama di Sumatra dan Kalimantan, dikenal dengan nama orangutan. Disebut orangutan karena diambil dari bahasa Melayu, disebabkan ciri-ciri fisik dan perilakunya yang menyerupai manusia. Perbedaannya dengan manusia, orangutan badannya berbulu dan tinggalnya di hutan. Kebiasaannya membuat sarang untuk tidurnya mulai dari pagi hingga sore hari, lalu dipakai untuk tidur di malam hari. Tuh, kan, mirip-mirip manusia yang juga bekerja mulai dari pagi hingga sore hari, tapi manusia mah ditambah dugem di malam hari (sebagian, sih 😉 ).

Orangutan Borneo atau Kalimantan (Pongo pygmaeus) rambutnya lebih gelap dan suka bermain di tanah. (foto sumber: actforwildlife.co.uk)

Orangutan Borneo atau Kalimantan (Pongo pygmaeus) rambutnya lebih gelap dan suka bermain di tanah. (foto sumber: actforwildlife.co.uk)

Kalau menurut literatur yang saya baca, ada dua spesies orangutan yang terdapat di muka bumi yang mempunyai ciri-ciri fisik serupa tapi tak sama. Mereka adalah orangutan Sumatera yang dalam bahasa Latin disebut Pongo abelii, dan orangutan Kalimantan yang juga dinamakan Pongo pygmaeusOrangutan Kalimantan mempunyai rambut berwarna gelap, tidak panjang, pipinya lebih tipis pada kedua sisi wajah saat ia sudah dewasa, dan banyak terdapat rambut halus di wajah. Sementara, orangutan Sumatra mempunyai gelambir pada kedua sisi wajah yang terdapat banyak rambut halus, rambut di sekujur tubuhnya berwarna lebih cerah dan lebih panjang, dan senang nongkrong lebih lama di pepohonan. 

Persebaran orangutan di wilayah Kalimantan, terdapat di Kalimantan Tengah, Barat dan Sabah. (sumber: persebaran orangutan wilaya Kalimantan tahun 2003, makalah dampak perubahan iklim Departemen Kehutanan PHKA).

Persebaran orangutan di wilayah Kalimantan, terdapat di Kalimantan Tengah, Barat dan Sabah. (sumber: persebaran orangutan wilayah Kalimantan tahun 2003, makalah dampak perubahan iklim Departemen Kehutanan PHKA).

Orangutan Sumatra tinggal di hutan-hutan cagar alam seperti Ekosistem dan Taman Nasional Gunung Leuser yang terdistribusi ke dalam 18 blok terpisah. Sementara, saudaranya yang di Kalimantan tinggal di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, Taman Nasional Danau Sentarum di Kalimantan Barat, dan sebagian ada di daerah Sabah.

Persebaran orangutan di Sumatera.

Persebaran orangutan di Sumatera terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser. (foto sumber: orangutancentre.org)

Pentingnya Orangutan Bagi Ekosistem Tropis

Lalu, kenapa saya menulis tentang orangutan? Karena keberadaan satwa primata ini terancam punah akibat ulah manusia sendiri! Yah, berita mengenai kebakaran hutan sudah sering kita dengar sejak beberapa puluh tahun lamanya, namun kebakaran itu terus saja berulang setiap tahunnya seolah-olah didiamkan begitu saja. Apalagi kalau bukan demi kepentingan bisnis dan uang kas yang masuk ke kantung-kantung para petinggi. Padahal, keberadaan orangutan dalam ekosistem alam sangat penting terkait dengan statusnya sebagai “umbrella species” atau spesies payung.

Apa sih maksudnya spesies payung? Jadi, habitat orangutan sejatinya adalah di hutan hujan tropis yang tentunya dikelilingi berbagai macam tanaman dan buah-buahan tropis seperti tanaman buah manggis, leci, buah ara, pisang, pohon liana. Sebagai frugivora (pemakan buah), orangutan berperan penting dalam memencarkan biji-biji dari tumbuhan dan tanaman yang dikonsumsinya. Jika orangutan punah dari muka bumi, maka punah juga pohon-pohon dan buah-buahan tropis. Kita tidak akan bisa lagi menikmati buah manggis yang rasanya kecut-asam-manis yang hanya dapat ditemukan di Indonesia, bahkan sekadar menyantap buah pisang yang murah-meriah! Tidak ada lagi kolak pisang untuk berbuka puasa, atau pisang goreng dua ribu perak yang bisa dibeli di abang-abang penjual gorengan. Bahkan untuk hal sesederhana itu tidak terpikirkan oleh para penebang liar dan pembakar hutan…

Makanan orangutan adalah buah-buahan, tetumbuhan, dedaunan dan serangga. (foto sumber: photorator.com)

Makanan orangutan adalah buah-buahan, tetumbuhan, dedaunan dan serangga. (foto sumber: photorator.com)

Berdasarkan referensi yang saya baca, jika terdapat populasi orangutan di sebuah kawasan hutan, maka hutan itu pastinya juga menjadi habitat bagi sedikitnya 5 spesies primata lainnya, 5 spesies burung rangkong, 50 spesies pohon buah, dan 15 spesies pohon liana. Contohnya di hutan Sumatra sendiri yang juga menjadi salah satu habitat orangutan selain di hutan Kalimantan. Kita menyebutnya hutan hujan tropis, yang apabila di dalamnya ada orangutan, maka ada juga spesies gajah, kudanil, harimau, beruang madu, babi hutan. Ingat ya, orangutan hanya bisa hidup di hutan beriklim tropis, dan sahabat-sahabatnya yang saya sebutkan barusan tidak akan eksis kalau orangutan tidak ada. Belum lagi yang ada di hutan hujan tropis Kalimantan, yang katanya memiliki fauna lebih bervariasi daripada hutan serupa di Sumatera seperti burung kasuari dan tapir.

Orangutan dan Kebiasaannya

Sebenarnya orangutan itu buas seperti gorilla nggak, sih? Selain fungsinya bagi pelestarian hutan dan rantai makanan seperti yang saya jelaskan di atas, apakah orangutan pantas menjadi teman manusia yang tidak perlu ditakuti? Yah, teman-teman bisa membayangkan bagaimana Tarzan pun bisa bersahabat dengan gorilla yang ukurannya mungkin bisa jadi dua kali lebih besar ketimbang orangutan. Tapi, memang benar koq, orangutan tidak buas, meskipun ia termasuk satwa liar.

Karena orangutan hobi tidur, maka pada pagi dan siang hari ia membuat sarang dari ranting dan dahan pohon. (foto sumber: nationalgeographic.com)

Karena orangutan hobi tidur, maka pada pagi dan siang hari ia membuat sarang dari ranting dan dahan pohon. (foto sumber: nationalgeographic.com)

Orangutan memang termasuk satwa liar yang dilindungi, sebagaimana halnya harimau dan gajah. Akan tetapi, seperti yang saya katakan pada awal paragraf, tingkah laku orangutan sangat mirip dengan manusia: bayi orangutan menyusui sang induk hingga usia tiga tahun, dan ‘ngintilin’ emak orangutan hingga usia 6 atau 7 tahun, lalu setelah itu mereka cenderung hidup sendiri-sendiri. Walaupun begitu hubungan antar emak dan anak orangutan sangat dekat, bahkan masih rajin bertemu untuk berkongkow-kongkow sambil menemani anak-anak orangutan bermain bersama. Orangutan punya hobi tidur (seperti saya :D), terutama di malam hari di dalam sarangnya yang nyaman, yang dibuatnya sendiri dari ranting dan dahan pohon. Tapi orangutan tidak rakus seperti manusia, karena ia tidak suka makan daging. Satwa yang tingginya bisa mencapai 180 cm dan berat 120 kg (untuk orangutan jantan), atau setinggi 130 cm dengan bobot 45 kg (untuk orangutan betina, langsing ya?), hanya suka makan buah, daun, bunga, dan sesekali serangga.

Orangutan baru akan bertindak buas apabila ia diperlakukan semena-mena. Ia bisa menggigit dengan menyebabkan luka serius, bahkan menyerang apabila merasa terancam dengan kekuatan sebesar 6 kali lebih kuat daripada kekuatan manusia. Tapi, orangutan hanya punya satu predator, yaitu… manusia! Sebenarnya ada sih macan tutul dan harimau Sumatra yang sesekali memangsa mereka. Tapi, ancaman akan kepunahan primata dengan rentang usia sama seperti manusia ini (orangutan bisa hidup maksimal hingga usia 45-50 tahun, bahkan ada yang 60 tahun) sebagian besar karena ulah manusia.

Penyebab Terancamnya Populasi Orangutan

Titik perubahan temperatur akibat kebakaran hutan pada bulan Oktober hingga Desember tahun 2006 di Taman Nasional Sebangau, habitat orangutan di Kalimantan. (foto sumber: makalah Departemen Kehutanan-PHKA November 2007).

Titik perubahan temperatur akibat kebakaran hutan pada bulan Oktober hingga Desember tahun 2006 di Taman Nasional Sebangau, habitat orangutan di Kalimantan. (foto sumber: makalah Departemen Kehutanan-PHKA November 2007).

Pembakaran hutan untuk kepentingan pembuatan kayu gelondong dan pembukaan lahan kelapa sawit telah menghabiskan hingga 40% kawasan hutan Indonesia, sehingga luasnya berkurang dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar saja. Bayangkan, pada satu abad yang lalu populasi orangutan masih berjumlah 230.000. Kini, di hutan Kalimantan, populasi orangutan tersisa 45.000 saja yang masuk dalam kategori terancam punah (endangered species), bahkan di hutan Sumatera hanya tinggal 7500 orangutan sehingga termasuk dalam kategori sangat terancam punah (critically endangered species)!

Lebih sedihnya lagi, orangutan ternyata termasuk satwa yang diperdagangkan secara ilegal untuk menjadi hewan domestik (alias dipelihara di rumah). Malahan ada yang menyelundupkan orangutan ke luar negeri dengan harga yang sangat murah, sekitar 20 hingga 50 USD saja! Padahal, habitat sejatinya sang primata ini ya di dalam hutan, karena ia senang bergelantungan di pohon dan menjadi sumber kehidupan bagi satwa-satwa hutan lainnya dan tetumbuhan tropis. Dengan kata lain, seperti yang sudah saya sebutkan, tidak ada orangutan, maka tidak ada harimau, gajah dan beruang. Tidak ada buah-buahan tropis seperti pisang dan manggis. Mereka hidup saling bersimbiosis di dalam ekosistem yang sama.

Usaha Penyelamatan dan Pelestarian Orangutan

Selain itu, hukum di Indonesia sudah jelas-jelas menyatakan bahwa orangutan termasuk satwa yang dilindungi pemerintah. Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan satwa primata ini antara lain ada UU No. 233 /1931, UU No. 5 (1990), SK Menhut 10 Juni (1991) No. 301/Kpts-II (1991) dan PP No. 7 (1999). Hukuman bagi para pelaku perdagangan dan perburuan orangutan memang dirasa tidak memberatkan sebagaimana hukuman bagi para pecandu dan pedagang narkoba, karena dalam UU no.5 tahun 1990 disebutkan bahwa siapa pun yang ketahuan memperdagangkan, memburu dan membunuhnya hanya dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, atau membayar denda 11.000 USD saja. Selain itu, Konvensi Internasional mengenai Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi melarang perpindahan orangutan antarnegara jika bukan untuk kepentingan kesehatan dan pelestarian orangutan itu sendiri.

Jika kita menyelamatkan hutan, maka orangutan juga akan ikut selamat. Ayo kita cegah pembalakan liar! (foto sumber: positivegraphics.com)

Jika kita menyelamatkan hutan, maka orangutan juga akan ikut selamat. Ayo kita cegah pembalakan liar! (foto sumber: positivegraphics.com)

Beberapa organisasi dan lembaga institusi yang mengurusi satwa langka (endangered species) telah mengupayakan berbagai usaha pelestarian seperti World Wildlife Fund (WWF), Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Yayasan Orangutan Sumatra Lestari, dan masih banyak lagi. Usaha yang dilakukan antara lain penyebarluasan kampanye mengenai Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, program pengenalan kembali terhadap hutan terutama bagi orangutan yang baru mengalami masa karantina, program restorasi hutan. Organisasi seperti WWF juga bekerjasama dengan Departemen Kehutanan dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mengembangkan Rencana Tata Ruang Berbasis Ekosistem. Namun, usaha yang terpenting dari kita sebagai orang awam adalah menyadarkan masyarakat bahwa orangutan bukan satwa domestik yang bisa dipelihara di rumah, apalagi diburu untuk dimakan dagingnya!

Mari kita saksikan di sini siaran dokumenter mengenai usaha pengenalan kembali orangutan ke habitat asli yang dilakukan oleh para dokter hewan dan pencinta lingkungan. Orangutan-orangutan yang digambarkan dalam siaran televisi ini harus dikarantina terlebih dahulu dengan berbagai macam alasan. Ada yang terisolasi dan terlantar sejak terjadinya kebakaran hutan, ada pula yang ditemukan dalam koper di bagasi pesawat karena hendak dijual ke luar negeri! Menyedihkan memang, tapi itulah kenyataan yang terjadi pada saat ini yang dialami satwa primata yang seharusnya menjadi kebanggaan Indonesia. Ayo mari kita selamatkan orangutan dari sekarang, dan selamatkan habitatnya dari ancaman pembalakan liar. ***

 Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba blog berhadiah jalan-jalan ke Tanjung Puting, Borneo dan ke Pulau Derawan dari Phinemo.com. Phinemo.com merupakan website berbahasa Indonesia berisi berbagai info tips dan cerita perjalanan.

banner-lomba-blog-orangutan

Referensi bacaan:

About orangutan

Orangutan Sumatra

Orangutan Kalimantan

Orangutan: Overview

Bornean or Sumatran Orangutan: What’s the Difference?

Borneo Orangutan Survival Foundation

2 thoughts on “Selamatkan Orangutan, Selamatkan Hutan Kita

  1. Dini Ratnadewi

    bagus bgt mbak tulisannya..saya miris bgt wktu liat berita beberapa wktu lalu kalo ada orangutan yg di bakar warga krna di anggap hama..kasian bgt..kesadaran bt ikut mnjaga & melestarikannya msh rndah 😦

    Balas
    1. dinamars Penulis Tulisan

      wah makasih banget mbak sudah menyempatkan diri berkunjung ke tulisan yang ini. Astaghfirullah jahat banget sih dibakar??? kesadaran masyarakat memang masih kurang yaa…

      Balas

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.