Pengalaman Potong Rambut Pertama Kali di Prancis

potong rambut di luar negeri itu pertimbangan utamanya… harga! (foto: pexels)

Merawat diri ke salon bagi ciwi-ciwi (baca: cewek-cewek) Indonesia, terutama yang tinggal di kota besar seperti Jakarta, bisa dibilang suatu hal yang lumrah. Sekadar potong rambut, atau creambath, bisa didapatkan dengan harga yang masuk di kantong di salon-salon yang bukan ece-ece alias lumayan punya nama. Misalkan Youngky (eh masih ada nggak ya?), Lutuye atau Johnny Andrean. Kalau mau service yang lebih oke lagi dengan hasil tatanan rambut yang prima, bisa ke salon-salon mentereng yang ada di mal-mal megah macam Grand Indonesia atau Pondok Indah Mal dengan embel-embel ‘premium’ di belakangnya.

Tapi kalau di Prancis? Hhhm….. sejak zaman saya masih jadi mahasiswi, kalau mau potong rambut pasti mikir-mikir dulu. Di salon-salon yang nggak punya nama atau salon yang memberikan harga khusus mahasiswa, harga potong rambut itu rata-rata minimal 20 Euro-an ke atas. Nggak usah dikurs-in lah ya daripada bikin stress… :p. Itu jaman sekitar 10 tahun yang lalu, atau tahun 2009-2010. Yang pada akhirnya, selama masih jadi mahasiswi, saya potong rambut sendiri.

Potong Rambut Harus Bikin Janji Dulu?

Barulah setelah saya kembali ke Prancis untuk bekerja, saya kepingiiiin banget, meskipun itu hanya sekali (karena tahu mahal banget), nyoba potong rambut di salon. Apalagi, Prancis gitu loh ya… sebagai salah satu negeri pusat mode dan fesyen dunia. Selain itu, rambut saya yang berombak susah diatur dan sudah banyak uban sejak tiba di Prancis juga makin parah kondisinya. Semakin banyak uban, kering, ketombean, rontok..waah… Padahal, saya kan kerja di kantor pemerintah yang pastinya ketemu banyak orang. Yah walaupun andaikan saya bekerja sebagai orang rumahan pun, orang-orang di Prancis sini, rata-rata memperhatikan penampilan, baik cewek maupun cowok.

Di Prancis, apa-apa harus bikin appointment dulu, dan jarang bisa dapet hari itu juga. (foto: pexels)

Setelah pikir punya pikir, tadinya mo nunggu setahun aja sampai rambut saya gondrong banget dan musim berganti (tapi toh udah nggak nahan), saya memutuskan untuk potong rambut. Apalagi saya habis kena flu demam batuk pilek-paket komplit-yang lumayan bikin saya sengsara selama semingguan.

Tapii… yang perlu dicatat, kalau teman-teman suatu hari tinggal atau mampir ke Prancis, di sini tuh apa-apa serba rendezvous, alias harus bikin janji dulu. Termasuk urusan ke salon. Ke dokter pun juga (ah itu nanti cerita lain waktu saja). Dan, bikin appointment alias janji juga biasanya nggak bisa di hari yang sama. Baru bisa besok hari paling cepet (kebayang nggak tuh kalau lagi sakit trus harus bikin appointment dulu sama dokter? Apa nggak keburu mati…). Untungnya ini ke salon, yah.

Daan… untungnya pula, ternyata salon yang saya incer ini ternyata nggak harus pake rendezvous. Asiiik!!! Memang sih dari hasil ngobrol punya ngobrol dengan sesama orang Indonesia di sini, ada salon yang nggak perlu harus pakai bikin janji dulu, walaupun rata-rata mewajibkan begitu. Itu juga gara-garanya.. distrik tempat kantor saya berada ini kan daerah bisnis. Yah macem Sudirman-Thamrin gitu lah kalau di Jakarta, jadinya ada salon-salon di sekitarnya. Saya kadang suka memperhatikan beberapa salon yang saya lewati kalau lagi jalan kaki menuju ke kantor dan pulang dari kantor.

Pilihan Salon di Prancis Buat Potong Rambut

Salon Tata Rambut Franck Provost yang terletak di distrik ke-8 Marseille. (foto: dokpri)

Dan entah kenapa, mata saya tertuju pada salon yang lumayan punya nama. Franck Provost. Nama itu entah kenapa terngiang-ngiang di telinga saya as if it were coming from the past. Saya teringat pada majalah salon lisensi yang didistribusikan Femina Group di Indonesia, dan saya dulu pernah menjadi penerjemah untuk majalah tersebut dalam periode waktu yang lama. Nama majalahnya Estetica. Jadi, ini tuh sejenis majalah impor dari Italia yang suka memuat pembahasan tentang ruang-ruang salon di Eropa, termasuk di antaranya Franck Provost, dan tentang produk-produk perawatan rambut seperti Schwarzkopf (nama ini yang masih menempel di kepala saya sampai sekarang soalnya kedengeran unik :D).

Tapiii… jangan kira walaupun salon punya nama bakalan gede tempatnya. Di sini mah, karena apa-apa serba mahal, termasuk sewa bangunan, maka salon Franck Provost yang saya temui deket kantor ini malah kayak nyempil gitu bangunannya. Yah, seperti kalau kamu lagi hang out di kota besar dan nemu warung bakso plus bubur ayam di pinggir jalan. Saya pun tadinya nggak ngeh kalau itu salon namanya Franck Provost, cuma karena sering lewat aja dan saya perhatikan suka ada orang yang lagi di-uwek-uwek rambutnya pakai hair dryer sambil duduk menghadap cermin, yah itu sudah pasti salon, ha ha ha… . Yah, ada beberapa salon lainnya juga sih di sepanjang distrik Prado ini, tapi saya pikir, udah di sini potong rambut mahal, mosok mo pilih salon yang ece-ece? Mending sekalian yang punya nama. Dan ternyata, harganya nggak jauh beda dengan harga potong rambut salon untuk pelajar. Misalkan kalau untuk pelajar kisaran 20-30 Euroan, di Franck Provost ini harga potong rambut cewek yang panjangnya sedang kayak rambut saya ini harganya 40 Euro. Saya tahunya dari liat-liat tarif yang dipasang di kaca etalase salon tersebut.

Terus, saya juga pengen banget nutupin uban yang udah kayak nenek-nenek ini. Saya pikir harganya bakal mahal banget, soalnya pernah ngobrol sama mahasiswi Indonesia yang tinggal di Paris yang rambutnya warna-warni, saya pernah tanya berapa bujet yang dia habiskan untuk ngecat rambut. Dia jawab, kalau harga asli bisa sampai 300 Euro (buseeett!!) tapi katanya karena yang ngecat rambut itu kenalannya dia ‘cuma’ dikasih harga 100-an Euro. Sementara di Franck Provost ini, dari tarif yang dia pasang di kaca etalase salon, harganya 100 Euro aja nggak nyampe. Kalau enggak salah 60-an Euro gitu, saya lupa… Pokoke bujet yang saya habiskan untuk potong, cuci rambut, ngeringin rambut plus cat shading totalnya 100 Euro ‘aja’ (dibanding 300-an Euro itu lah yaa… dan nggak usah dikurs biar nggak stress ! :p). Daan… saya perhatikan di sini para pengunjung salon yang habis di-uwek-uwek rambutnya nggak perlu ngasih tip loh sodara-sodara ! Soalnya saya enggak liat tuh, setelah selesai di-service, ada yang masukin sesuatu ke kantong si mbak. Nggak ada satu pun. Mungkin karena sudah termasuk dalam tarif tersebut.

Baiklah, saya memantapkan diri pilih salon ini. Oya sebelumnya saya sempat telepon dulu sih, apakah harus bikin janji atau enggak. Ternyata bisa langsung datang, koq ! Asiik…

Kisah Potong dan Cat Rambut

walaupun salon punya nama (alias bukan salon ece-ece), tapi ruangannya kecil. Walaupun begitu pelayanannya prima! (foto: dokpri)

Maka di hari Sabtu siang di penghujung tahun 2018, saya mendatangi salon Franck Provost di distrik ke-8 kota Marseille. Di dalamnya, ada sekitar 5-6 orang cewek-cewek modis dan cantik, usianya mungkin sepantaran saya lah, ada yang lebih tua dikit (mungkin senior), yang saya duga adalah para pelayan salon dan mungkin salah satunya sang manajer. Beneran modis dan cantik yang nggak norak gitu loh, nggak menor. Juga nggak pakai seragam, namun rata-rata bajunya hitam-hitam. Hampir semuanya sudah sibuk dengan klien masing-masing, kecuali satu cewek ibu-ibu yang menghampiri saya dengan senyum manis nan anggun elegan.

Saya ditanya, mau treatment apa. Saya bilang mau potong rambut, dan kalau bisa sekalian cat rambut, tapi saya ingin tahu dulu berapa kira-kira total harganya. Lalu si ibu berambut pirang panjang yang melayani saya dengan cekatan menghitung-hitung dan memberitahukan informasi harga tersebut pada saya. Dia menyarankan pada saya, lebih baik potong rambut dulu baru cat. Saya mah iya aja deh, karena saya pingin tahu pelayanan salon di Prancis kayak gimana :p. Setelah itu saya langsung dipersilakan untuk cuci rambut di pojok ruangan dengan tiga bak khusus cuci rambut. Oiya, saya sempat diminta duduk dulu sebentar untuk ditanyakan mau model rambut kayak gimana potongnya. Saya bilang, saya sendiri nggak tahu mau gaya apa, mungkin si ibu bisa kasih saran. Lantas si ibu membukakan sebuah katalog di hadapan saya yang isinya berbagai model serta warna rambut. Si ibu nunjukin satu halaman yang berisi tiga model rambut yang kira-kira sesuai dengan bentuk wajah saya. Saya nunjuk ke salah satu foto, dan si ibu bilang oke, ini cocok untuk kamu.

Kemudian saya dipersilakan berdiri, dipakaikan sebuah jubah dari bahan beludru (modelnya kayak kimono pakai tali di depan), lalu diminta ke arah bak cuci rambut. Bak cuci rambutnya nyaman banget deh, bangkunya juga, plus bagian kakinya bisa dikontrol secara otomatis pakai mesin sama si ibu rambut pirang yang nyuciin rambut saya. Hadeuh norak banget deh saya, ha ha..

saya dipersilakan melihat-lihat katalog model dan warna cat rambut yang ditawarkan salon Franck Provost ini. (foto: dokpri)

Ternyata untuk tahap awal, rambut saya cukup dibasahi saja, nggak perlu dikeramasin. Setelah itu saya dipersilakan duduk, dan dengan cekatan si ibu rambut pirang itu menggunting rambut saya. Nggak sampai lima belas menit deh, kres.. kres.. sana.. sini.. nggak pake jepit sana jepit sini, tau-tau rambut saya udah berubah aja modelnya. Dan saya suka :). Setelah itu helai-helai rambut saya yang sudah digunting dan berserakan di lantai dengan cekatan disapu juga oleh si ibu rambut pirang. Hhm.. memang betul di Prancis ini tenaga manusia memang mahal. Makanya saya perhatikan enggak ada OB di salon ini. Dia yang potongin rambut, dia juga yang bersihin sampahnya.

Termasuk juga ketika saya sedang dicat rambut, saya ditawari mau minum apa. Yang memberikan saya minum pun adalah si Saida, ibu-ibu petugas salon lainnya yang mengecat rambut saya. Oya, ceritanya setelah dipotong rambut, lalu saya dipersilakan pindah ke meja lain, karena urusan cat rambut ternyata ada lagi ahlinya. Si ibu rambut pirang itulah yang memperkenalkan saya ke Saida ini. Orangnya juga cantik, dengan rambut pendek seleher agak coklat gelap. Saida menanyakan saya kira-kira mau dicat warna apa, apakah sekadar untuk menutupi uban, atau memang mau nambahin warna baru di rambut. Saya bilang saya ingin warna yang nggak jauh beda sama rambut asli saya, tapi saya juga nggak mau yang blonde atau pirang banget. Saida pun menyarankan sebuah warna yang katanya, ketika nanti rambut saya tumbuh lagi, nggak bakalan kontras dengan warna catnya. Saya mah, sekali lagi, iya-iya aja, percayakan ajalah pokoknya pada ahlinya :D. Karena sungguh saya penasaran dengan perawatan kecantikan di negeri pusat mode dunia ini, he he …

Lalu, Saida meletakkan handuk berukuran sedang warna hitam di atas jubah kimono saya. Ada perbedaan yang saya perhatikan dengan cat rambut di salon Indonesia: Ia membubuhkan krim di sekitar dahi dan pelipis saya, katanya untuk melindungi kulit saya dari cat. Tapi telinga saya tidak ditutupi alat semacam stereofoam seperti halnya saya cat rambut di salon Indonesia. Lalu, selama ia mengecat rambut, nggak pakai jepat-jepit sana-sini, melainkan helai-helai rambut yang sudah ia cat, ia lapisi dengan plastik bening. Terus ia juga meletakkan alat semacam stop watch di atas meja, untuk memperkirakan berapa lama kira-kira cat tersebut menyerap ke rambut saya. Yah kira-kira dari proses ngecat sampai cat rambut itu menyerap, memakan waktu satu jam lah.

Setelah stop watch berdering, saya kembali diminta untuk pindah ke bak cuci rambut. Barulah pada cuci rambut kedua kalinya ini rambut saya dibubuhkan shampo… dan sekalian kepala saya di-massage! Duh, uenaknyaaa…. Setelah dikeramas, saya kembali ditangani oleh si ibu rambut pirang untuk tahap pengeringan rambut, dan… selesaaaaii!!!

hasil potong dan cat shading-nya lumayan khaaan… 😉 (foto: dokpri)

Alhamdulillah, saya puas sekali sama hasilnya. Salah satu petugas lainnya, ibu-ibu juga, rambutnya hitam panjang berombak, entah mungkin manajernya (soalnya tampangnya lebih tua :p) juga senyum-senyum lihat hasil guntingan dan cat di rambut saya. Dia bilang, “Benar-benar berubah!” Saida pun ikut-ikut senyum sambil bertanya ke saya, “Kamu suka?” Begitu pula dengan si ibu rambut pirang yang menggunting rambut dan mengurus pembayaran, menanyakan hal yang sama.

Saya jawab, “Ya saya suka sekali.” Dan, kunjungan ke salon hari itu pun ditutup dengan lambaian tangan ke semua petugas salon sambil mengucapkan, “Terima kasih! Selamat Tahun Baru!” Oya, saya juga dikasih permen coklat sama mereka (juga para pengunjung salon lainnya). ***

4 thoughts on “Pengalaman Potong Rambut Pertama Kali di Prancis

    1. dinamars Penulis Tulisan

      Di sini sih lansia2 yg aku temui pas udah memasuki usia pensiun menikmati hidup banget: jalan-jalan, berpetualang, duduk2 di taman sama konco2 lansianya atau sama pasangannya.

      Balas

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.